Rabu, 31 Desember 2008

Ikhlash Jalan Kebahagiaan

Saudaraku, Kita harus senantiasa menyadari, bahwa kita hidup di dunia ini untuk semata mengabdi kepada Allah SWT. Mengumpulkan amal saleh dari detik ke detik, dari hari ke hari, sebagai bekal untuk mencapai ridhaNya. Tidak ada artinya hidup kita, bila kita kerahkan untuk semata kenikmatan dunia. Kerena dunia ini hanya sementara. Kita pasti akan meninggalkannya cepat atau lambat. Pun tidak ada gunanya bila kita bekerja keras hanya untuk memenuhi keinginan hawa nafsu. Karena hawa nafsu hanya panggilan sesaat, setelah itu ia akan hilang, meniggalkan dosa-dosa dan menodai harga diri kita.

IKHLASH JALAN KEBAHAGIAAN

Saudaraku, Kita harus senantiasa menyadari, bahwa kita hidup di dunia ini untuk semata mengabdi kepada Allah SWT. Mengumpulkan amal saleh dari detik ke detik, dari hari ke hari, sebagai bekal untuk mencapai ridhaNya. Tidak ada artinya hidup kita, bila kita kerahkan untuk semata kenikmatan dunia. Kerena dunia ini hanya sementara. Kita pasti akan meninggalkannya cepat atau lambat. Pun tidak ada gunanya bila kita bekerja keras hanya untuk memenuhi keinginan hawa nafsu. Karena hawa nafsu hanya panggilan sesaat, setelah itu ia akan hilang, meniggalkan dosa-dosa dan menodai harga diri kita. Allah SWT. dalam rangka ini mengajarkan kepada kita keikhlsan.

Ikhlash dalam arti bahwa kita bekerja apa pun hanya dengan niat untuk meraih ridha Allah semata. Karena hanya dari ikhlash inilah kebahagiaan abadi akan kita raih. Segala bentuk amal, yang besar sekalipun nilainya di mata mansuia, tidak ada artinya di mata Allah bila tidak dibarengi dengan keihklasan. Namun sekecil apapun perbuatan kita, di mata mansuia, bila dibarengi dengan niatan ikhlash, ia sangat besar nilainya di mata Allah, dan akan menjadi mercusuar bagi kebahagiaan kita di dunia dan di akhirat.

Dalam kesempatan ini akan saya kutipkan beberapa ayat-ayat Al-Qur'an yang menekankan hakikat keikhlasan ini : Dalam (QS:6:162) Allah berfirman : "Katakanlah : Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah , Tuhan semesta alam ". Dalam (QS:18:110) ditegaskan bahwa amal saleh itu bukan yang di mata orang banyak nampak baik, melainkan yang yang dikerjakan semata untuk Allah : "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yangsaleh dan janganlah ia mempersekutukan seseorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya ".

Dalam (QS:98:5) Allah mengaskan bahwa umat-umat terdahulu (para ahlulkitab) juga diajarkan untuk berbuat ikhlash dalam buku-buku mereka, karena keikhlasan inilah inti dari agama yang benar : "Padahal mereka (ahlulkitab) tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlashkan ketaatan kepadaNya, dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat, dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus". Kepada Rasulullah SAW, dalam (QS:39:2-3) Allah menegaskan : " Sesunguhnya Kami menurunkan Al-Qur'an kepadamu (Muhammad), kitab (Al-Qur'an), dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan mengikhlashkan keta'atan kepadaNya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih dari (syirk dan riya') " alkhalish ". Kemudian dalam surat yang sama (QS:39:11), Allah memerintahkan RasulNya SAW, agar mendeklarasaikan hakikat keihklsan ini kepada umatnya : "Katakanlah (Muhammad) Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlashkan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama ".

Dalam hadits Rasulullah SAW, banyak sekali contoh-contoh yang menggambarkan makna keikhlasan ini. Sebuah hadits yang sangat masyhur, diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim : dari Umar Bing Khattab, Rasulullah bersabda : "Bahwa segala amal perbuatan tergantung pada niat, dan bahwa bagi tiap-tiap orang adalah apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrah dengan niat menuju ridha Allah, dan RasulNya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya. Barangsiapa yang hijrah karena dunia (harta atau kenegahan duni), atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu akan kearah yang ditujunya". Oleh para ulama dalam buku-buku hadits yang mereka susun, hadits ini selalu diletakkan pada bab pertama "Bab Niat". Maksudnya apa? Untuk mengingatkan diri mereka, bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan harus tidak keluar dari rel keikhlashan ini.

Imam Muslim dan Imam Ibn majah, meriwayatakan hadits Rasulullah yang berbunyi : "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada penampilan dan harta kamu sekalian, melainkan melihat kepada hati dan perbuatan kalian".

Dalam hadits yang lain Imam Muslim meriwayatkan : bahwa yang pertama kali kelak di hari kiamat akan dihakimi adalah : Pertama, seorang yang mati di jalan perang. Ketika ditanya ia menjawab bahwa ia berperang sampai mati syahid. Dikatakan kepadanya: "Kamu bohong. Kamu berperang dengan niat supaya kamu dikatakan pemberani. Dan orang-orang sudah menyebut itu". Kemudian diperintahkan supaya ia dimasukkan kedalam api neraka. Kedua, Seorang yang mencari ilmu agama dan mengajarkannya, ia mengajarkan Al-Qur'an. Ketika ditanya, ia menjawab bahwa saya mecari ilmu dan mengajarkannya, saya juga mengajarkan Al-Qur'an. Lalu dikatakan kepadanya : "Kamu bohong. Kamu belajar mencari ilmu dengan niat supaya kamu dikatakan alim, dan orang-orang sudah mengatakan itu". Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dimasukkan ke dalam neraka. Ketiga, seorang yang dikaruniai limpahan harta kekayaan. Ketika ditanya, kemana harta itu dipergunakan, ia menjawab bahwa ia telah menginfakkannya ke jalan-jalan kebaikan. Lalu dikatakan kepadanya: "Kamu bohong, kamu lakukan itu dengan niat supaya dikatakan kamu dermawan dan orang-orang sudah mengatakan itu". Lalu diperintahkan supaya orang tersebut diseret ke dalam api neraka.

Bagaimana pentingnya keikhlasan sebagai ruh dari sekecil apa pun perbuatan kita, dan ikhlash merupakan kunci menuju kebahagaiaan kita. Berapa banyak perbuatan yang menelan keringat dan darah, tapi kemudian sia-sia karena tidak dibarengi keikhlshan yang jujur. Karenanya, mari kita selalu hati-hati dalam mengarahkan niat yang bergelora dalam hati kita. Jangan takut bila perbuatan kita tidak diketahui orang atau tidak dipuji orang. Karena pujian orang banyak tidak ada artinya bila Allah menolaknya. Tapi takutlah bila perbutan kita ditolak oleh Allah karena tidak adanya keikhlasan di dalamya.

Renungkan hadits Rasulullah berikut ini : "Seandainya sesorang di antara kalian melakukan suatu kebaikan di tengah padang sahara yang sangat sepi, dalam ruangan tertutup tanpa pintu, amal itu suatu saat pasti akan ketahuan juga ".

Wallahu a'lam bisshawab.

Diposting oleh Rachman


“Bagaimana Meraih Kebahagiaan”

Bahwa orang yang berimanan akan dianugerhakan Tuhan ketabahan dan kekuatan hati dalam menghadapi setiap kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi dalam setiap sisi hidupnya, segala hal yang menimpanya baik itu berupa kerugian atau keuntungan tidak akan pernah menggoyahkan keteguhan imannya kepada Allah swt, sebagai Zat yang menentukan garis hidup manusia baik di dunia dan akherat. Dengan mengetahui akan hal ini maka jiwanya akan selalu merasa tentram dan tenang. Ia tidak pernah tamak kepada dunia disamping itu pula ia tidak akan terlalu menyesal ketika apa yang telah ia hasilkan tiba-tiba hilang darinya.

Mencari Mardhotillah

Jarang orang merumuskan tujuan hidupnya. Merumuskan apa yang dicari dalam hidupnya, apakah hidup­nya untuk makan atau makan untuk hidup. Banyak orang sekedar menjalani hidupnya, mengikuti arus kehidupan, terkadang berani melawan arus, dan menyesuaikan diri, tetapi apa yang dicari dalam melawan arus, menyesuaikan diri dengan arus atau dalam pasrah total kepada arus, tidak pernah dirumuskan secara serius. Ada orang yang sepanjang hidupnya bekerja keras mengumpulkan uang, tetapi untuk apa uang itu dan mau ditasrufkan kemana baru dipikirkan setelah uang terkumpul, bukan dirumuskan ketika memutuskan untuk mengumpulkannya. Ada yang ketika mengeluarkan uang tidak sempat merumuskan tujuannya, sehingga hartanya terhambur-hambur tanpa arti. Ini adalah model orang yang hidup tidak punya konsep hidup.

Aqidah Kita

Hak Seorang Muslim Apabila Bertemu Yaitu:

1.Mengucapkan Salam
2.Apabila di undang datanglah
3.Jika berjanji maka tepatilah
4.Apabila dimintai nasihat berilah
5.Jika sakit maka jenguklah
6.Apabila salah maka ingatkanlah

Itulah hak seorang muslim dengan muslim/muslimah jika bertemu.

TAHUN BARU HIJRIYAH

Cara Menyikapi Tahun Baru Hijriyah

Di dalam tahun baru Hijriyah kita sebagai orang muslim seharusnya instropeksi diri apa-apa yang telah diperbuat oleh kita selama tahun kebelakang, apa saja yang telah lakukan didunia ini apakah itu positif atau perbuatan negatif.Kita seharusnya banyak beristihgfar(Berdzikir) kepada rabb yaitu Allah Subhanahuwata'ala senantiasa untuk meminta ampunan kepadanya.
Didalam tahun baru ini, kita senantiasa berusaha untu menjadi hamba Allah SWT yang taat akan perintahnya, dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhi segala larangannya. Dan bukanlah Allah SWT telah berfirman bahwa manusia adalah hambanya yang memiliki tugas untuk beribadah. Kalaulah ditahun-tahun lalu kita masih sering melakukan berbagai kekurangan, maka marilah kita kejar kekurangan-kekurangan itu dengan semangat memperbaiki diri menuju kesempurnaan, baik itu dalam beribadah, bekerja, bermasyarakat, dan berkreasi.Dan apabila kita di tahun yang lalu masih melakukan maksiat,maka kita ganti perbuatan maksiat itu dengan amal yang ma'ruf, serta kita perbanyak amal yang lainnya.

Dan jika dimasa-masa lalu masih banyak berbagai kemaksiatan yang kita lakukan, maka marilah kita ganti kemaksiatan itu dengan semangat memprbanyak amalan-amalan saleh. Kapan lagi kita memperbaiki diri, kalau bukan dimulai dari sekarang? Dan pantaskah kita menundanya? Padahal kita tidak tahu kapan kehidpan didunia ini berakhir?. Dan juga ingatlah!.......bahwa Allah SWT tidak menjadikan kehidupan didunia ini abadi, firmannya dalam alqur’an, surat al-anbya 34-35 : Artinya : Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu Muhammad, maka jika kalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-tiap bernyawa akan merasakan mati, kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kepada kamilah kamu sekalian dikembalikan. Ayat diatas sungguh sangat jelas menerangkan, bahwa kehidupan didunia ini tidak kekal, dan semua yang bernyawa pasti akan merasakan kematian.

Jika demikian untuk apalagi kita berlama-lama dalam kubangan kemaksiatan, dan untuk apalagi kita menunggu hari esok untuk berbuat amalan soleh. Dan bukankah kita sudah tahu bahwa ajal manusia adalah rahasia Allah SWT semata. Firmannya dalam al-Qur’an menyatakan: Artinya :" “Tiap-tiap umat memiliki batasan waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak akan mengundurkannya barang sesaatpun, dan tidak dapat pula memajukannya�". Dengan ayat ini kita dapat memahami bahwa umur kita akan terus berjalan seiring jarum jam berputar, dan “kesempatan� tidak akan pernah mengiringi putaran jarum jam, dan yang pasti “kesempatan itu� tidak akan pernah ada untuk kedua kalinya. Ini berarti umur kita bukannya semakin bertambah, tetapi sebaliknya dari tahun ketahun umur kita semakin berkurang.

Oleh karena itu marilah kita perbaiki aqidah kita yang telah lama terparangkap oleh tipuan dunia dengan memperbanyak berdzikir,membaca al-qur'an,melakukan amalan sunnah dan amalan yang lainnya yang dapat menambah pahala kita di dunia ini atau adi akhirat.

(BY: Rachman Taufik)

Kamis, 18 Desember 2008

Tahu Kah Anta wa Antum?

Sikap Memaafkan dan Manfaatnya Bagi Kesehatan

Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:

Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al Qur’an, 7:199)

Dalam ayat lain Allah berfirman: "...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An Nuur, 24:22)

Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik:

... dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
(QS. At Taghaabun, 64:14)

Juga dinyatakan dalam Al Qur'an bahwa pemaaf adalah sifat mulia yang terpuji. "Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Qur'an 42:43) Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an, "...menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain." (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)

Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Karena mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan bersifat pengasih. Lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain salah. Ketika memaafkan, mereka tidak membedakan antara kesalahan besar dan kecil. Seseorang dapat saja sangat menyakiti mereka tanpa sengaja. Akan tetapi, orang-orang beriman tahu bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir tertentu, dan karena itu, mereka berserah diri dengan peristiwa ini, tidak pernah terbelenggu oleh amarah.
Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniyah. Sebagai contoh, telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang ini.
Dalam bukunya, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres. Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa:

Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang sistem pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, Anda tidak menyadari seperti apa normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih – memperburuk keadaan.

Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness" [Memaafkan], yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah Penyembuhan Masa Kini] edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan orang lain.

Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin. Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan –sebagaimana segala sesuatu lainnya – haruslah untuk mendapatkan ridha Allah. Kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya.

Template by : kendhin x-template.blogspot.com